Dua Demonstrasi Besar dan Sangkaan Makar Jadi Sorotan Komisi III dan Polri
Komisi III DPR RI dipimpin Wakil Ketua Komisi, Benny K Harman menggelar rapat kerja dengan jajaran Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Polisi Tito Karnavian. Dalam pembahasan rapat DPR dan Polri menyoroti dua isu besar demonstrasi penegakan hukum kasus penistaan agama dan indikasi upaya makar oleh sekelompok orang.
Meskipun secara umum Komisi III DPR mengapresiasi kinerja Polri dalam pengamanan dua kali demonstrasi 4 November dan 2 Desember 2016 namun, tetap memberikan catatan penting sebagai tugas DPR mengawasi dan mengevaluasi kinerja penegakan hukum. Dalam hal demonstrasi, Komisi III menekankan kepada Polri agar tetap mengutamakan langkah-langkah pencegahan kerusuhan.
"Komisi III DPR RI mendesak Kapolri agar lebih mengedepankan langkah preventif untuk mencegah terjadinya konflik sosial di masyarakat," ujar Benny di ruang sidang Komisi III, Senin (5/12) sore.
Menurutnya langkah preventif berguna menjaga ketertiban dan keamanan nasional demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, Komisi III juga memperingatkan Polri secara tegas agar menghindari penanganan kasus secara represif terhadap kelompok yang melakukan aksi unjuk rasa yang sesuai aturan hukum, sebagai wahana penyampaian aspirasi dan hak menyatakan pendapat di muka umum, karena dalam demokrasi unjuk rasa dijamin konstitusi.
Komisi III juga mempertanyakan tentang penangkapan 11 orang dengan tuduhan makar dan pelanggaran atas pasal dalam UU ITE. Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo beranggapan, pernyataan makar yang disampaikan Polri terhadap 11 tersangka yang ditangkap jelang aksi 2 Desember pekan lalu, agak sensitif dalam konteks perpolitikan nasional dan berpotensi mengganggu perekonomian.
Saat rapat juga dipertanyakan apakah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh 11 orang tersebut tergolong tindakan makar. Sebab, mereka hanya mengungkapkan pernyataan, bukan melalui perbuatan. Bambang menjelaskan, ada beberapa syarat makar yang tak terpenuhi dalam konteks ini, di antaranya, karena kekuatan pemerintah di parlemen sangat kuat dan tak ada gerakan-gerakan tertentu di kampus-kampus.
Agar tidak ada yang merasa dikriminalisasi, Komisi III DPR RI mendesak Kapolri untuk bersungguh-sungguh menjaga netralitas dan profesionalisme dalam penegakan hukum.
"Terhadap perkara yang tidak cukup bukti dalam perkara tindak pidana agar segera dihentikan untuk memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum bagi warga masyarakat. Sebaliknya terhadap perkara yang sudah cukup bukti, Polri tidak segan-segan untuk menyelesaikannya," tandas Benny memimpin sidang komisi.
Namun Tito berargumen penangkapan 11 orang yang disangka makar merupakan upaya penyelamatan aksi damai yang digelar sebagian besar umat Islam, karena dikhawatirkan niat mulia sebagian besar muslim dinodai oleh sekelompok orang tak bertanggung jawab. Dia mengungkapkan upaya sejumlah aktivis menduduki DPR dengan mengerahkan massa aksi 2 Desember gagal total.
"Kami melihat ada upaya pengerahan massa ke DPR dengan agenda politik lain. Kami antisipasi. Seperti yang dilihat, aksinya berlangsung damai, tidak ada pengerahan massa. Itu gagal total," ujar Tito di ruang Komisi III DPR menanggapi pertanyaan.
Tito mengatakan ada upaya dari pelaku makar untuk membelokkan keramaian massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI untuk menduduki gedung DPR dan MPR. Namun, kepolisian, menurutnya, sudah tahu upaya tersebut dan menangkap 11 terduga pelaku teror ini.
"Kami tidak ingin aksi para ulama dan umat muslim ditunggangi oleh agenda politik selain memproses hukum Ahok. Kami sudah bangun dialog dengan GNPF MUI, dan komit untuk proses hukum Ahok," papar Tito. (eko0/foto:arief/iw.